Sabtu, 01 September 2012

Tentang Malam Nishfu Sya’ban

Allah ‘Azza wa Jalla telah mengingatkan dalam Al-Qur`an Al-Karim,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini, telah Kusempurnakan agama kalian untuk kalian, telah Kucukupkan nikmat-Ku kepada kalian, dan telah Kuridhai Islam sebagai agama bagi kalian.” [Al-Ma`idah: 3]
Allah Subhanahu Juga mengingatkan,
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan, untuk mereka, agama yang tidak Allah izinkan?” [Asy-Syura: 21]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengada-adakan (perkara baru) dalam urusan kami ini yang bukan berasal dari (urusan kami), perkara tersebut tertolak.” [Dikeluarkan oleh Al-Bukhary dan Muslim dari Aisyah radhiyallahu ‘anha]
Serta banyak lagi dalil lain yang senada dengan ayat-ayat dan hadits di atas.
Seluruh dalil tersebut menunjukkan secara tegas bahwa agama telah sempurna dan segala tuntunan keagamaan telah diterangkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Olehk karena itu, tidaklah boleh kita mengada-adakan perkara baru dalam agama dalam bentuk apapun, walau dengan niat baik.
Di antara bid’ah-bid’ah tersebut adalah perayaan malam Nishfu Sya’ban.
Secara global, seluruh hadits yang berkaitan dengan keutamaan Nishfu Sya’ban tidaklah memiliki riwayat kuat yang bisa dijadikan sandaran.
Hadits-hadits tentang keutamaan Nishfu Sya’ban tersebut terbagi dua:
Pertama: hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan malam Nishfu Sya’ban secara umum.
Kedua: hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan Nishfu Sya’ban dalam shalat dan ibadah tertentu.
Adapun hadits-hadits tentang keutamaan Nishfu Sya’ban dalam bentuk shalat atau ibadah tertentu, semuanya berupa riwayat palsu atau batil. Kebatilan riwayat diterangkan oleh Ibnul Jauzy dalam Al-Mandhuat (2/440-445 no. 1010-1014), Al-Baihaqy dalam Syu’ab Al-Iman (no. 3841), Abul Khaththab Ibnu Dihyah dalam Ada` Ma Wajab (hal. 79-80), Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam Al-Manar Al-Munif (no. 174-177), Abu Syamah Asy-Syafi’iy dalam Al-Ba’its Fi Inkar Al-Bida’ Wa Al-Hawadits (hal. 124-137) dan Al-‘Iraqy dalam Takhrij Ihya` ‘Ulum Ad-Din (no. 582). Dalam Iqtidha` Ash-Shirath Al-Mustaqim, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menukil kesepakatan para ulama akan kebatilan hadits-hadits tersebut.
Adapun hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan Sya’ban secara umum, terdapat silang pendapat di kalangan ulama terdahulu dan belakangan.
Yang benar adalah bahwa hadits-hadits tersebut lemah, tidak bisa menjadi sandaran. Demikian pula dilemahkan oleh Ad-Daraquthny[1], Al-‘Uqaily dalam Adh-Dhu’afa (3/789 pada biografi Abdul Malik bin Abdul Malik), Ibnul Jauzy dalam Al-‘Ilal Al-Mutanahiyah (no. 915-924), Abul Khaththab Ibnu Dihyah dalam Ada` Ma Wajab (hal. 80), Abu Bakr Ibnul ‘Araby dalam Ahkam Al-Qur`an (4/1690), dan disetujui oleh Al-Qurthuby dalam Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur`an (16/128).
Abul Khaththab Ibnu Dihyah berkata, “Ulama Al-Jarh Wa At-Ta’dil berkata, ‘Tiada satu hadits pun yang shahih tentang Nishfu Sya’ban.’.”[2]
Ibnu Rajab berkata, “Pada keutamaan malam Nishfu Sya’ban, terjadi silang pendapat pada sejumlah hadits, yang kebanyakan ulama melemahkann (hadits) itu, sedangkan Ibnu Hibban menshahihkan sebagian (hadits) tersebut.”[3]
Abdurrahman bin Zaid bin Aslam (salah seorang murid tabi’in) berkata, “Saya tidak mendapati seorang pun di antara guru-guru dan para ahli fiqih kami yang menoleh kepada malam Nishfu Sya’ban, serta kami tidak mendapati seorang pun yang menyebut hadits Makhul[4] dan tidak (seorang pun) yang menganggap (bahwa Nishfu Sya’ban) memiliki keutamaan di atas selainnya.”[5]
Ketika seseorang berkata kepada Ibnu Abi Mulaikah (salah seorang panutan tabi’in dan merupakan ahli fiqih mereka di Madinah), “Sesungguhnya Ziyad An-Numairy berkata, ‘Sungguh malam Nishfu Sya’ban pahalanya seperti pahala malam Lailatul Qadr,’,” Ibnu Abi Mulaikah pun menjawab, “Andaikata Saya mendengar (Ziyad) mengucapkan hal tersebut, sedang di tanganku ada tongkat, sungguh Saya akan memukulnya dengan (tongkat) itu.”[6]
Ketika ditanya tentang sifat turun Ilahi pada malam Nishfu Sya’ban, Imam Abdullah bin Al-Mubarak menghardik penanya tersebut seraya menjawab, “Wahai orang yang lemah, pada malam Nishfu (saja)!? Bahkan Allah turun pada setiap malam.”[7]
Demikian beberapa uraian ulama salaf terdahulu tentang keutamaan malam Nishfu Sya’ban. Meskipun hadits tentang keutamaan umum malam Nishfu Sya’ban shahih, tiada dalil pada hadits tersebut yang menunjukkan pembolehan mengadakan ritual-ritual ibadah yang sebagian kaum muslimin adakan. Karena, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri tidak pernah mencontohkan ibadah khusus, baik pada malam maupun siang Nishfu Sya’ban. Bahkan, pada malam Jum’at pun -padahal Jum’at penuh dengan keutamaan-, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الْلَيَالِي وَلَا تَخْتَصُّوا يَوْمَ الْجُمْعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الأَيَّامِ إلَّا أَنْ يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ.
“Janganlah kalian mengkhususkan malam Jum’at di antara malam-malam lain dengan shalat tertentu, dan janganlah kalian mengkhususkan hari Jum’at di antara hari-hari lain dengan berpuasa, kecuali pada kebiasaan puasa salah seorang di antara kalian.”[8]
Berdasarkan keterangan-keterangan yang telah berlalu, kami mengingatkan akan beberapa bid’ah yang kadang diamalkan pada Nishfu Sya’ban:
Pertama: mengerjakan shalat khusus untuk malam Nishfu Sya’ban.
Banyak bentuk shalat yang sebagian manusia kerjakan pada malam Nishfu Sya’ban ini yang di antaranya adalah yang Imam An-Nawawy Asy-Syafi’iy sebutkan dalam Al-Majmu (3/549). Beliau menegaskan, “Shalat yang dikenal dengan nama shalat Ragha’ib -yaitu shalat dua belas rakaat antara Maghrib dan Isya pada malam awal Jum’at di bulan Rajab- dan shalat seratus rakaat pada malam Nishfu Sya’ban. Kedua shalat ini adalah bid’ah dan kemungkaran yang sangat buruk. Janganlah tertipu dengan penyebutan dua shalat ini dalam Kitab Qutul Qulub dan Ihya` ‘Ulum Ad-Din. Jangan pula (tertipu) dengan hadits yang disebutkan dalam dua buku ini karena seluruh hal tersebut adalah batil ….”
Syaikh Ibnu Baz berkata, “Tentang keutamaan malam Nishfu Sya’ban, telah datang hadits-hadits yang tidak boleh dijadikan sebagai sandaran. Adapun (hadits-hadits) yang datang tentang keutamaan shalat pada malam itu, seluruhnya adalah (hadits) palsu sebagaimana yang telah diingatkan oleh banyak ulama.”
Kedua: mengkhususkan bacaan Yasin atau surah tertentu dalam shalat malam Nishfu Sya’ban.
Ketiga: berpuasa pada siang Nishfu Sya’ban. Hadits yang menjelaskan tentang puasa tersebut adalah palsu.
Keempat: merayakan malam Nishfu Sya’ban dengan acara makan dan semisalnya.
Kelima: menafsirkan bahwa “malam berberkah”, yang disebut pada ayat ke-3 dan ke-4 surah Ad-Dukhan, adalah malam Nishfu Sya’ban. Penafsiran ini tentunya tidak memiliki landasan kuat, bahkan menyelisihi ketegasan Al-Qur`an dan hadits.
Keenam: mengkhususkan doa tertentu pada malam Nishfu Sya’ban.
Ketujuh: ziarah kubur.
Kedelapan: dzikir berjamaah.
Demikian beberapa peringatan seputar malam Nishfu Sya’ban yang kami sarikan dari:
-          Hukm Al-Ihtifal Bi Lailah An-Nishf Min Sya’ban karya Syaikh Abdul ‘Aziz Ibnu Baz.
-          Kalimat Yasirah Tata’allaq Bi Syahr Sya’ban karya Syaikh Ibnu ‘Utsaimin.
-          Makalah tentang hadits malam Nishfu Sya’ban karya Hatim Al-‘Auny.
-          Al-Bida’ Al-Hauliyyah karya Abdullah At-Tuwaijiry.
Semoga tulisan ini bermanfaat untuk seluruh kaum muslimin dan menjaga mereka di atas kemurnian Islam dan Sunnah. Amin.