Selasa, 18 Desember 2012

Assalamualaikum Wr.Wb

Mari belajar bahasa BUGIS MAKASSAR........mariki' di

1. KI'
Ki' disini artinya sama dengan KAMU. Tapi lebih sopan. Contoh penggunaan dalam kalimat: DIMANAKI'?artinya: Kamu dimana? Biasa digunakan untuk orang yang lebih tua karena lebih sopan. trus kalo ada orang odo'-odo' (naksir) kamu terus org bugis trus pake  ki' ki'..? hhmm pertanda cinta itu, ...

2. KO
Sama ji juga dengan Kamu.. Cuma ini bukannya kurang sopan, cuma lebih akrab. Biasa digunakan buat teman-teman contoh: Woy.. Dimanako makan? artinya: Woy.. Kamu makan dimana? Sama ji kayak anak Jakarta.. Cuma mereka kan pake 'Elo!' Kalo di Makassar dia pake' 'KO!' Begitu .. Jangan pernah pake KO ke orang tua, guru, dosen, atau yang lebih tua.. TIDAK SOPAN!!

3. OKKOTS
Orang Makassar itu kebiasaan dengan kata OKKOTS, apa itu OKKOTS? kelebihan G dan kekurangan G. Saya mengambil contoh dari blognya Benjen.
Contoh: ayo pergi makanG deh.. sudah itu pulan miki.. arti: ayo pergi makan.. sudah itu kita pulang..  *HIDUP OKKOTSS!! YEAH.. jangan malu untuk ber-OKKOTS, temanG-temanG!!

4. MI / JI ..
Mi dan Ji itu seperti imbuhan.. contoh: AYO'MI! itu artinya seperti AYO LAH!! Kalo imbuhan JI, contoh penggunaan kalimatnya seperti ini: bimbim ji yang sakit.. artinya: Cuma bimbim yang sakit..

5. Tawwa..
Tawwa itu seperti pujian buat orang atau biasa digunakan untuk menggodai orang. Contoh dalam kalimat: CIE TAWWA.. MOBIL BARU! artinya: Ciee yang mobil baru.. atau.. Liatki tawwa wawa baru jilbabnya artinya: Liat tuh Si wawa.. jilbabnya baru!..

6. Anu..
Oiya, jangan heran kalo orang sini doyan bilang ANU.. Anu ini bukan anu yang macam-macam.. Kadang-kadang ANU, dipake kalo misalnya orang itu sedang lupa atau memikirkan kata apa yang mau diucapkan.. contoh: Aduh itueee.. Si Anu.. Saya lupa namanya.. 

7. Kodong
Kodong itu buikan singkatan dari kedondong.. Kodong itu ekspresi kesedihan atau kekecewaan. Contoh:Hilang dompetku KODONG.. hiksss!! Terus balasan yang cocok untuk ekspresi diatasa adalah: Kodong! Hilang dompetmu? Selama' yaaa!! (ajaran sesat jangan ditiru!)

8. WE!!
Gaya memanggil orang Makassar, biasanya kan HEY! , tapi kalo di makassar manggilnya jadi begini : We.. mau ko kemana?

1. Apa deh!! artinya: Apaan sih?
2. Angngapeko? artinya: Elo kenapa?
3. Asala' kau ji, artinya: Terserah kamu aja deh!
4. Ambe' mua mi.. artinya: Ambil aja semua!
5. Allengasemmi, artinya: Ambil aja semua!
6. Apa mi poeng.. Terlanjur mi, artinya: yowes.. udah terlanjur juga..

7. Bella naaaa, artinya: JAUHnyaaaa..
8. Bagaya ee, artinya: banyak gaya lo!
9. BAGA, artinya: Bodo'! 
10. Ballisikku kawee, artinya: aku sebel tau!
11. Bedededeh, artinya: WAH!
12. BAKKA'na! artinya: besarnya!

13. Calleda', artinya: genit atau banyak gaya!
14. Candoleng-doleng, artinya: kalo nda salah sih ini nama penari di daerah SulSel cuma dibawakan sama banci *KATANYAAAAA...
15. Cipuru' ka, artinya: saya lapar
16. Cesss, artinya: teman!

17. Dongo', Dompala' dan Dondolo'.. artinya: Bodoh, bego ,dkk *agak kasar!
18. Dahsyatnya arrakadaaa'! artinya: alamak! dahsyatnya *bahasanya mama'ku!
19. EPEN kah? artinya: Emang Penting?
20. Ededeh! artinya: seruan kalo misalnya lagi mengeluh. Contoh: Ededeh! Sakitnya! Yah sodaraan  sama kata "Aduh!"

21. KAMASE, artinya: KASIAN! *selalu muncul di postingannya Alstrojo
22. Kenapsko? artinya: Kenapa kamu? *kenapa digaulkan menjadi KENAPS?
23. Kampudess artinya: Kampungan
24. Lale na inie artinya: Kamu mesum ah! Lale itu mesum
25. Lannya' artinya: Hilang

26. Manyyu'! artinya: *ungkapan kekesalan
27. Nganre artinya: Makan
27. Pergima!! artinya: Saya pergi!!
28. Patardes artinya: bohong!
29. Palla' na! artinya: Jagonya!
30. Palukka' artinya: pencuri

31. Rantasa' artinya: jorok
32. Rotasa' artinya: berantakan, jorok
33. Rapa-rapa dudukoo, artinya: kamu sih.. tergesa-gesa!
34. Sante mako nah! artinya: eh elo sante aja kaleee..
35. Tanja' na e.. artinya: muka'mu.
36. Tabe'! artinya: permisi!

37. Talekang, artinya: banyak gaya
38. Tappu'ma artinya: saya sudah putus.. Tappu itu kebalikan kata dari latto'.. latto' artinya jadian
39. Upa'! artinya: untung besar
40. Ta'bangka! artinya: KAGET!
41. Ya dendeeee artinya ekspresi menakut-nakuti, contoh: Ya dendeee ada hantu di belakangmu!

yak, itu mo dulu kata-kata kita pelajari, nanti kalau semua ini sudah lancar selancar hembusan angin baru ku kasi' ki lagi belajar makassar part 2nya. 
sebenarnya ini cuma repost guys dari blognya Alfida makasi nah..

sekian Assalamualaikum Wr.Wb


*bighug*


Belajar Bahasa Bugis

SEJARAH TULISAN BUGIS

Wujudnya tulisan/huruf/aksara Bugis tidak terlepas dari perkembangan sejarah tamaddun suku-suku yang mendiami Kepulauan Nusantara Melayu seperti suku kaum Jawa yang mempunyai huruf/aksara sendiri iaitu Tulisan Kawi dan Tulisan Jawa. Juga terdapat Tulisan Bali yang digunakan oleh suku kaum Bali di Pulau Bali.

Memperkatakan mengenai Tulisan Huruf/Aksara Bugis ini, sesungguhnya tidak banyak yang kita ketahui tentang sejarah asal-usulnya. Wujudnya dipercayai bermula kira-kira pada Abad ke12 Masehi iaitu pada zaman masuknya pengaruh tamaddun Hindu di Gugusan Kepulauan Nusantara yang meliputi kawasan yang luas sehingga ke Wilayah Pulau Sulawesi atau mungkin juga selepas itu.

Apa yang jelas diketahui ialah pada Abad ke13 Masehi, pengaruh tamaddun Islam sudah bertapak di Kepulauan Nusantara termasuk Wilayah Pulau Sulawesi. Pengaruh Islam pastinya membawa masuk tulisan Arab, yang kemudiannya menimbulkan pula tulisan Jawi yang digunakan khas untuk Bahasa Melayu hinggalah sekarang.

Selepas itu, para Budayawan sependapat bahawa tulisan Bugis sudah lama wujud sebelum wujudnya tulisan Jawi. Pendorong utama cerdik pandai Bugis mencipta huruf/aksara Bugis ada hubungkainya dalam usaha mencatat karya-karya sejarah tamaddun Bugis dengan:-

  • Asal usul dan salasilah keturunan Raja-raja, khususnya Kerajaan Luwuk, Kerajaan Bone, Kerajaan Gowa, Kerajaan Wajo, Kerajaan Soppeng dan Kerajaan Sidenreng.
  • Hukum-hukum, peraturan-peraturan dan adat lembaga.
  • Cerita-cerita rakyat, metos dan cerita legenda.
  • Seni budaya dan sastera.
  • Sistem pemerintahan raja.
TRADISI DAUN LONTAR ATAU LONTARA.
Pada awal kewujudannya hingga melalui masa yang panjang, tulisan/huruf/aksara Bugis digunakan secara meluas dengan menukilkannya di atas kepingan-kepingan Daun Lontar. Setelah teknologi cipta berkembang dan kertas dihasilkan, maka tulisan Bugis digunakan secara lebih meluas lagi di dalam bentuk buku-buku, majalh, risalah, surat dan sebagainya.

TULISAN/HURUF/AKSARA-BUGIS
Seperti juga bentuk aksara yang wujud di dunia, aksara Bugis juga mengalami proses perubahan. Sebelum ini aksara Bugis dikenali sebagai Tulisan Bugis Kuno. Bentuk asasnya sama sahaja bentuk tulisan Bugis sekarang. Bahasa Bugis juga adalah pendukung Tulisan Bugis Kuno yang dikenali dengan nama Bicara Ugi To Riolo.

Cerdik pandai, cendikiawan dan budayawan Bugis yang termasyur di zaman dahulu, yang dikaitkan dengan tradisi penggunaan Bahasa dan Aksara Bugis ialah:-

  • Kajao Lalliddo Tosuale di Kerajaan Bone;
  • Puang Ri Maggalatung di Kerajaan Wajo;
  • Arung Saotanrae La Tiringeng Totaba di Kerajaan Wajo;
  • Arung Bila La Wadeng di Kerajaan Soppeng;
  • Macca E (To Macca E) atau To Ciung di Kerajaan Luwu;
  • Nenek Mallomo di Kerajaan Sidenreng; dan
  • Botolempangang di Kerajaan Gowa.
Di bawah ini diturunkan huruf/aksara Bugis yang digunakan secara meluas, bukan sahaja di tanah asal suku kaum Bugis (Pulau Sulawesi), bahkan tersebar ke Kepulauan Nusantara seperti berikut:-
  • Persisiran Timur Pulau Sumatera
  • Persisiran Pulau Kalimantan
  • Penempatan suku Kaum Bugis di Negeri Sabah
  • Kepulauan Riau dan Negeri Johor
  • Penempatan di mana sahaja koloni Bugis bermastautin.**
Aksara Bugis berjumlah 23 huruf atau lambang. Lambang-lambang ini berbentuk asal empat segi, yang juga dikenali sebagai "Hurufu Massulapa' Eppa".



Walaupun lambang nombor tidak wujud dalam Tulisan Bugis, tetapi angka dari tulisan Rumi atau Angka Jawi digunakan sebagai lambang nombor atau angka tulisan Bugis.

Sesungguhnya Tulisan Bugis dan Bahasa Bugis pada hakikatnya menjadi sebahagaian dari warisan Sastera Bahasa dan Budaya Melayu dalam konteks Bangsa Melayu Serumpun Nusantara.

**India adalah pengeksport kain sarung Cap Gunung. Dalam setiap lipatan kain sarung tersebut terdapat risalah yang mengandungi Tulisan dan Bahasa Bugis-sipatuo.

 Catatan :
Huruf awal yang tidak terdapat dalam bahasa Bugis, yakni : F, V, X, Q, Z
Download huruf bugis DISINI (OKKOE CAPPO)

Petikan dari: Selayang Pandang Sejarah Tulisan Bugis, Tuan Haji Andi Rakib Abbas

Sabtu, 01 September 2012

Tentang Malam Nishfu Sya’ban

Allah ‘Azza wa Jalla telah mengingatkan dalam Al-Qur`an Al-Karim,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini, telah Kusempurnakan agama kalian untuk kalian, telah Kucukupkan nikmat-Ku kepada kalian, dan telah Kuridhai Islam sebagai agama bagi kalian.” [Al-Ma`idah: 3]
Allah Subhanahu Juga mengingatkan,
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan, untuk mereka, agama yang tidak Allah izinkan?” [Asy-Syura: 21]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengada-adakan (perkara baru) dalam urusan kami ini yang bukan berasal dari (urusan kami), perkara tersebut tertolak.” [Dikeluarkan oleh Al-Bukhary dan Muslim dari Aisyah radhiyallahu ‘anha]
Serta banyak lagi dalil lain yang senada dengan ayat-ayat dan hadits di atas.
Seluruh dalil tersebut menunjukkan secara tegas bahwa agama telah sempurna dan segala tuntunan keagamaan telah diterangkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Olehk karena itu, tidaklah boleh kita mengada-adakan perkara baru dalam agama dalam bentuk apapun, walau dengan niat baik.
Di antara bid’ah-bid’ah tersebut adalah perayaan malam Nishfu Sya’ban.
Secara global, seluruh hadits yang berkaitan dengan keutamaan Nishfu Sya’ban tidaklah memiliki riwayat kuat yang bisa dijadikan sandaran.
Hadits-hadits tentang keutamaan Nishfu Sya’ban tersebut terbagi dua:
Pertama: hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan malam Nishfu Sya’ban secara umum.
Kedua: hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan Nishfu Sya’ban dalam shalat dan ibadah tertentu.
Adapun hadits-hadits tentang keutamaan Nishfu Sya’ban dalam bentuk shalat atau ibadah tertentu, semuanya berupa riwayat palsu atau batil. Kebatilan riwayat diterangkan oleh Ibnul Jauzy dalam Al-Mandhuat (2/440-445 no. 1010-1014), Al-Baihaqy dalam Syu’ab Al-Iman (no. 3841), Abul Khaththab Ibnu Dihyah dalam Ada` Ma Wajab (hal. 79-80), Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam Al-Manar Al-Munif (no. 174-177), Abu Syamah Asy-Syafi’iy dalam Al-Ba’its Fi Inkar Al-Bida’ Wa Al-Hawadits (hal. 124-137) dan Al-‘Iraqy dalam Takhrij Ihya` ‘Ulum Ad-Din (no. 582). Dalam Iqtidha` Ash-Shirath Al-Mustaqim, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menukil kesepakatan para ulama akan kebatilan hadits-hadits tersebut.
Adapun hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan Sya’ban secara umum, terdapat silang pendapat di kalangan ulama terdahulu dan belakangan.
Yang benar adalah bahwa hadits-hadits tersebut lemah, tidak bisa menjadi sandaran. Demikian pula dilemahkan oleh Ad-Daraquthny[1], Al-‘Uqaily dalam Adh-Dhu’afa (3/789 pada biografi Abdul Malik bin Abdul Malik), Ibnul Jauzy dalam Al-‘Ilal Al-Mutanahiyah (no. 915-924), Abul Khaththab Ibnu Dihyah dalam Ada` Ma Wajab (hal. 80), Abu Bakr Ibnul ‘Araby dalam Ahkam Al-Qur`an (4/1690), dan disetujui oleh Al-Qurthuby dalam Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur`an (16/128).
Abul Khaththab Ibnu Dihyah berkata, “Ulama Al-Jarh Wa At-Ta’dil berkata, ‘Tiada satu hadits pun yang shahih tentang Nishfu Sya’ban.’.”[2]
Ibnu Rajab berkata, “Pada keutamaan malam Nishfu Sya’ban, terjadi silang pendapat pada sejumlah hadits, yang kebanyakan ulama melemahkann (hadits) itu, sedangkan Ibnu Hibban menshahihkan sebagian (hadits) tersebut.”[3]
Abdurrahman bin Zaid bin Aslam (salah seorang murid tabi’in) berkata, “Saya tidak mendapati seorang pun di antara guru-guru dan para ahli fiqih kami yang menoleh kepada malam Nishfu Sya’ban, serta kami tidak mendapati seorang pun yang menyebut hadits Makhul[4] dan tidak (seorang pun) yang menganggap (bahwa Nishfu Sya’ban) memiliki keutamaan di atas selainnya.”[5]
Ketika seseorang berkata kepada Ibnu Abi Mulaikah (salah seorang panutan tabi’in dan merupakan ahli fiqih mereka di Madinah), “Sesungguhnya Ziyad An-Numairy berkata, ‘Sungguh malam Nishfu Sya’ban pahalanya seperti pahala malam Lailatul Qadr,’,” Ibnu Abi Mulaikah pun menjawab, “Andaikata Saya mendengar (Ziyad) mengucapkan hal tersebut, sedang di tanganku ada tongkat, sungguh Saya akan memukulnya dengan (tongkat) itu.”[6]
Ketika ditanya tentang sifat turun Ilahi pada malam Nishfu Sya’ban, Imam Abdullah bin Al-Mubarak menghardik penanya tersebut seraya menjawab, “Wahai orang yang lemah, pada malam Nishfu (saja)!? Bahkan Allah turun pada setiap malam.”[7]
Demikian beberapa uraian ulama salaf terdahulu tentang keutamaan malam Nishfu Sya’ban. Meskipun hadits tentang keutamaan umum malam Nishfu Sya’ban shahih, tiada dalil pada hadits tersebut yang menunjukkan pembolehan mengadakan ritual-ritual ibadah yang sebagian kaum muslimin adakan. Karena, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri tidak pernah mencontohkan ibadah khusus, baik pada malam maupun siang Nishfu Sya’ban. Bahkan, pada malam Jum’at pun -padahal Jum’at penuh dengan keutamaan-, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الْلَيَالِي وَلَا تَخْتَصُّوا يَوْمَ الْجُمْعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الأَيَّامِ إلَّا أَنْ يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ.
“Janganlah kalian mengkhususkan malam Jum’at di antara malam-malam lain dengan shalat tertentu, dan janganlah kalian mengkhususkan hari Jum’at di antara hari-hari lain dengan berpuasa, kecuali pada kebiasaan puasa salah seorang di antara kalian.”[8]
Berdasarkan keterangan-keterangan yang telah berlalu, kami mengingatkan akan beberapa bid’ah yang kadang diamalkan pada Nishfu Sya’ban:
Pertama: mengerjakan shalat khusus untuk malam Nishfu Sya’ban.
Banyak bentuk shalat yang sebagian manusia kerjakan pada malam Nishfu Sya’ban ini yang di antaranya adalah yang Imam An-Nawawy Asy-Syafi’iy sebutkan dalam Al-Majmu (3/549). Beliau menegaskan, “Shalat yang dikenal dengan nama shalat Ragha’ib -yaitu shalat dua belas rakaat antara Maghrib dan Isya pada malam awal Jum’at di bulan Rajab- dan shalat seratus rakaat pada malam Nishfu Sya’ban. Kedua shalat ini adalah bid’ah dan kemungkaran yang sangat buruk. Janganlah tertipu dengan penyebutan dua shalat ini dalam Kitab Qutul Qulub dan Ihya` ‘Ulum Ad-Din. Jangan pula (tertipu) dengan hadits yang disebutkan dalam dua buku ini karena seluruh hal tersebut adalah batil ….”
Syaikh Ibnu Baz berkata, “Tentang keutamaan malam Nishfu Sya’ban, telah datang hadits-hadits yang tidak boleh dijadikan sebagai sandaran. Adapun (hadits-hadits) yang datang tentang keutamaan shalat pada malam itu, seluruhnya adalah (hadits) palsu sebagaimana yang telah diingatkan oleh banyak ulama.”
Kedua: mengkhususkan bacaan Yasin atau surah tertentu dalam shalat malam Nishfu Sya’ban.
Ketiga: berpuasa pada siang Nishfu Sya’ban. Hadits yang menjelaskan tentang puasa tersebut adalah palsu.
Keempat: merayakan malam Nishfu Sya’ban dengan acara makan dan semisalnya.
Kelima: menafsirkan bahwa “malam berberkah”, yang disebut pada ayat ke-3 dan ke-4 surah Ad-Dukhan, adalah malam Nishfu Sya’ban. Penafsiran ini tentunya tidak memiliki landasan kuat, bahkan menyelisihi ketegasan Al-Qur`an dan hadits.
Keenam: mengkhususkan doa tertentu pada malam Nishfu Sya’ban.
Ketujuh: ziarah kubur.
Kedelapan: dzikir berjamaah.
Demikian beberapa peringatan seputar malam Nishfu Sya’ban yang kami sarikan dari:
-          Hukm Al-Ihtifal Bi Lailah An-Nishf Min Sya’ban karya Syaikh Abdul ‘Aziz Ibnu Baz.
-          Kalimat Yasirah Tata’allaq Bi Syahr Sya’ban karya Syaikh Ibnu ‘Utsaimin.
-          Makalah tentang hadits malam Nishfu Sya’ban karya Hatim Al-‘Auny.
-          Al-Bida’ Al-Hauliyyah karya Abdullah At-Tuwaijiry.
Semoga tulisan ini bermanfaat untuk seluruh kaum muslimin dan menjaga mereka di atas kemurnian Islam dan Sunnah. Amin.